Kamis, 11 Juli 2013

perasaan dan penantian


Senja tak selalu di barat langit, tak selalu di ujung pandangan terjauh mu. Kadang bersemayam di alam pikiranmu, juga menetap di sudut ruang rindu mu.

Sulit menuangkan segala perasaan dalam kata kata. memang benar, aku bukanlah seorang perangkai kata. aku hanya seorang pembaca yang buta, tetapi memang harus aku luapkan. bukan ingin seluruh dunia tahu, aku ingin semua orang melihat bahwa aku ada.
Tidakkah cukup jelas wujudku?

Aku senang berada sendiri, tanpa harus terusik oleh sosok sosok munafik di dunia ini. Tapi kembali kepada realita, aku tidak pernah sendiri. Aku selalu berada dalam keramaian. Bising terdengar, ingin meledak gendang telinga. Ramai, tapi tak ada yang memperhatikan. Aku sendiri, di tengah keramaian. ingin rasanya aku berteriak, tapi bagi mereka, aku hanyalah gadis bisu. Jelas bukan aku yang bisu, hanya mereka yang tuli yang tidak bisa mendengar rintihan hati di tengah kebisingan.
Ini tentang perasaan
Ya tentang Perasaan yang mana akulah merasanya. 
Perasaanku. Bukan perasaanmu (yang tidak merasakan rasa yang sama).
Aku tidak tahu apakah kamu tahu.
Itu pikiranmu.
Pikiranmu (yang tidak bisa kumengerti itu), bukan pikiranku.
Sekali lagi, ini perasaan.
Perasaan yang menjelma sebagai diktator, karena ia mulai berkuasa dan berjalan sendiri dan memaksaku merasakan fase - fase tidak menyenangkan ini. Perasaan yang tidak tahu apa maunya, kemana tujuannya, dan bagaimana harus memperlakukannya.

Kurasa, ini juga termasuk TitahNya, tentang cinta yang datang terlambat ke hatiku. Bukan, ini bukan tentang cintamu, tapi cintaku kepadamu.

Bagiku, Hujan adalah kerinduan yang terlukis dalam tiap jatuhnya ke bumi. Hujan adalah sebuah pertemuan tertunda yang mengajarkan kesabaran dalam penantian.
Merupakan sebuah ironi ketika kamu, sosok yang aku dambakan, mendambakan sosok lain yang mungkin juga mendambakan orang lain.

Ini tentang penantian.
Ya tentang penantian yang sama dengan penantian - penantian pada umumnya
Ada rasa tidak sabar dan penuh harapan.
Seperti penantianku (untuk hidupku, bukan kamu).
Sekali lagi, ini penantian.
Aku menanti saat perasaanku berdamai dengan diriku.
Aku menanti saat penyesalan berbuah perbaikan - perbaikan.
Aku menanti saat..
..kamu tidak berhak lagi atas air mataku. Setetespun.

Yang paling menyedihkan bukanlah lamanya penantian, tp ketika kita melihat batas kesabaran dan kemampuan lalu memutuskan untuk berhenti mencintai. Belum pernah aku berurusan dengan sesuatu yang lebih sulit daripada jiwaku sendiri, yang kadang-kadang membantu aku, dan kadang-kadang menentangku. Aku sendiri tidak mengerti dengan perasaanku, penantianku yang akan berujung pada sebuah cerita yang menarik dan manis atau bahkan berujung pada sebuah penyesalan dan menyakitkan. Rasanya seperti kamu sudah memakai kacamata tapi masih tidak dapat melihat dengan jelas. Karena pandanganmu tertutup oleh airmata...


 
Senja ini hujan pun turun lagi seolah mengerti, aku hanya berdiri dijendela kamarku melihat satu per satu tetesan air hujan yang jatuh. Aku tidak suka suara hujan yang berisik tapi aku suka ketika gerimis telah datang dan rintik-rintiknya mampu membuat hati berdamai dengan perasaan dan jiwaku sendiri. Mungkin aku hanya perlu sedikit istirahat dari pergelutan hati, pikiran, jiwa dan perasaan ku ini yang selalu tak ku mengerti apa maunya.

Kau tahu mengapa pelangi itu indah?
karena warnanya? karena bentuknya?
bukan itu...
karena dia hadir ketika hujan berhenti, seperti itu pula aku mengakhiri ini semua.

nda_



0 Comments:

Posting Komentar

tolong tinggalkan jejak anda ya sebelum pergi :) ,,

 

nda | Creative Commons Attribution- Noncommercial License | Dandy Dandilion Designed by Simply Fabulous Blogger Templates